The Observer Menyerukan Penundaan Pemilu 2024 Karena Tidak Konstitusional Dan Menyesatkan.

Kuasa Hukum Andre W. Kusuma mengatakan keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk mengakhiri tahapan Pilkada 2024 menuai kontroversi.

Ia juga menyebut putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu menyesatkan dan inkonstitusional.

Menurutnya, keputusan berdasarkan proses perdata tidak boleh sampai ke ranah kebijakan publik.

Oleh karena itu, Andrey menilai apa yang dilakukan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di luar kewenangan dan yurisdiksinya (mutlak). Itu sebabnya kami dapat mengatakan bahwa penghapusan itu sesat.

Andrei mengatakan kepada wartawan, “Ini setara dengan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengambil alih kekuasaan perangkat hukum lain seperti PTUN dan bahkan Mahkamah Konstitusi. Ini merupakan intrusi dan bertentangan serta berkontribusi terhadap Konstitusi Negara.”Minggu (Maret 2023). ) tanggal 5 setiap bulan).

Selain itu, menurut Andre, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berdasarkan gugatan perdata seharusnya hanya berlaku bagi para pihak (penggugat, tergugat dan turut tergugat) dalam perkara ini. Penggugat Pihak PRIMA.

“Oleh karena itu, tidak dapat mendeklarasikan dan mengikat pihak lain selain pihak yang berkonflik,” jelasnya.

Namun, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu ditujukan untuk pemilihan umum. Andrei mengatakan keputusan itu pasti akan mempengaruhi proses demokrasi yang dirancang melalui pemilu.

Dia menambahkan, subyek gugatan perdata yang diajukan pihak PRIMA adalah keputusan KPU. Kasus tersebut akan tunduk pada yurisdiksi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Di luar itu, Andrey mengatakan pemilu merupakan amanat konstitusi dan harus dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

“Jadi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu menyesatkan, bertentangan bahkan menginjak-injak UUD. Oleh karena itu, tidak dapat dilaksanakan dan proses pemilu serta langkah-langkahnya tetap berjalan”.

Ia juga meminta keterlibatan pihak terkait agar isu kontroversial serupa di tingkat nasional tidak terulang kembali.

“Kami mendorong keterlibatan KY (Majelis Yudisial) dan KPK (Komisi Kliring Korupsi) dan lembaga terkait lainnya. Setiap orang yang terlibat dalam proses ini, tentunya harus diperiksa dan dimintai keterangan.”

Back To Top